Orang ini Mati Beberapa Saat Setelah Merokok!

21.30
Semua orang tahu merokok itu berbahaya bagi kesehatan, anak SD pun pasti tahu. Soal mereka masih tetap merokok seolah tiada hari tanpa rokok itu adalah masalah lain. Pada dasarnya setiap manusia memiliki pengetahuan yang cukup untuk membedakan mana yang baik dan mana yang tak patut dikerjakan. Perkara ia mau mengikuti nuraninya atau malah mengikuti nafsunya itu adalah soal lain. Saya rasa Fir’aun pun tahu tubuhnya terlalu kecil untuk disebut sebagai Tuhan, masalah ia mau mengakuinya secara jujur dan ternyata ia lebih memilih bertahan pada kesombongannya itu pun dua hal yang berbeda.

Seperti yang sudah saya katakan pada artikel Kabar Baik Buat Perokok membahas rokok tidak akan ada habis-habisnya. Rokok bagaikan Cinta sama jumlah hurufnya sama juga candunya. Atau seperti yang pernah orang bilang, hanya ada dua jenis menusia di dunia ini, perokok dan bukan perokok. Kalaupun ada diluar jenis itu, mereka pastilah orang yang mencari keuntungan diatas penderitaan orang lain dan yang jenis ini tidak dapat dimasukkan dalam kategori manusia. Dan debat antara perokok dan bukan perokok inilah yang membuat masalah rokok ini takkan pernah ada habisnya.

Wawancara dengan Perokok

Pernah suatu malam saya melakukan wawancara tidak resmi (bahasa gampangnya : nanya-nanya) pada pemilik Warteg langganan saya. Kebetulan malam itu ada berita pro dan kontra kenaikan harga rokok. Awalnya si pemilik Warteg (Warung Tegal) mengajak saya berdiskusi katanya
“Sampean pasti setuju kalau harga rokok naik, yang bukan perokok udah pasti setuju”
Dia tahu saya tidak merokok, sebagai penjual yang baik si pemilik Usaha pengenyang perut ini memang harus mengenal konsumennya. Meskipun baru datang dan belum dilayani saya tetap menjawab

“Ya bagaimana ya pak, saya sebenarnya paham perokok tak mungkin bisa langsung berhenti merokok soalnya saya dulunya juga pernah merokok” si pemilik warung manggut-manggut antara setuju dan gagal paham.

“Yang bikin miris itu sebenarnya anak sekolah, dan pewarung serta minimarket yang menjual rokok pada anak dibawah umur” selesai berargument saya menyantap nasi dengan lauk telor ceplok, kentang dan sayur singkong, formasi menu yang pas untuk makan malam.

“Sampean benar, melihat anak sekolah merokok apalagi yang masih SMP memang selalu bikin miris tak terkecuali bagi saya yang perokok ini”
Saya senang meski berada pada jalur yang berseberangan (perokok-bukan perokok) ternyata masalah pelajar ini kami punya pandangan yang sama. Saya menyantap makan malam dengan lahap. Sesekali saya melihat berita di tv yang terus bergulir dari topik satu ke topik yang lain.

“Seandainya harga rokok naik bagaimana menurut bapak, apa bapak sudah punya alternatif lain, ngelinting misalnya?”
“Kalau harga rokok naik sudah pasti mikir, beribu kali mikir. Kalau saya lebih baik berhenti, atau ngisap permen aja kalau mulut sedang kering”

“Jangan khawatir pak, kan masih ada kopi”

“Sampean ini bagaimana justru kalau minum kopi pengennya ngerokok!”
Akhirnya saya tahu bapak ini seorang penikmat kopi hitam, yang saya belum tahu adalah sejauh mana hubungan gelap antara segelas kopi hitam dengan kecanduan merokok.

“Sehari habis berapa bungkus pak, setiap hari merokok pernah sakit pak?”

“Biasanya paling habis sebungkus, misalkan beli malam ini ya ketemu malam lagi. Lain cerita kalau lagi nongkrong”
Bapak ini memang gaul, terbukti dari kefasihannya berbahasa Sunda yang jelas bukan bahasa yang ia bawa dari Tegal.

“Dulu saya pernah sakit”
Sambil memegang dada kanan dengan kedua tangannya ia mengenang masa kritis itu

“saya sempat dibawa ke rumah sakit, dada ini rasanya sakit sekali. Sejak kejadian itu saya berhenti merokok”
Wajah saja berubah dengan cepat dari tegang ke lega.

“Saya berhenti mengisap rokok kretek sekarang rokok saya filter”

Saya tidak merasa ditipu justru saya merasa iba sekaligus sadar, betapa seorang perokok sangat sulit merubah kebiasaannya meski penyakit paru-paru pernah menyiksanya. Saya jadi teringat pada sebuah film berlatar kota mati pada pertengahan abad 19. Seorang tentara nazi yang ditugaskan menjaga wilayah pertahanan sekutu yang sebenarnya sudah menjadi puing. Tetapi karena suatu alasan Hitler memerintahkan agar wilayah itu tetap dijaga, sementara sekutu seperti nyamuk seolah tak ada habisnya mati satu yang lain datang merebut kembali wilayah itu. Tentara berseragam khas Nazi itu sedang bersembunyi di balik sisa bangunan. Bosan dengan keadaan yang sunyi tentara itu menyalakan sebatang rokok lalu mengisapnya dalam-dalam. Sebentar kemudian asap mengepul, meliuk-liuk, menampakkan bentuk yang aneh.

Kisah Seorang Tentara Mati Karena Mengisap Rokok

Dari pihak sekutu, seorang penembak jitu atau sniper ditugaskan untuk mempertahankan wilayah itu. Wilayah yang apabila benar-benar jatuh ke tangan Jerman maka kemungkinan besar sekutu akan kehilangan statusnya sebagai negara, yang tersisa hanya sejarah. Sniper bermata elang itu tahu betul betapa tugasnya sebagai juru kunci sangat vital, maka ia rela berjam-jam mematung, bersatu padu dibawah timbunan puing-puing bangunan. Ia rela menjadi bagian tak terpisahkan dari puing-puing itu. Yang bergerak liar kekanan dan kekiri hanyalah senapannya. Senjata yang mampu menembus jantung musuh dari jarak 500 ratus meter itu bergerak cepat menyusuri sisa-sisa bangunan yang biasa dijadikan tempat berlindung, sekalipun gerakannya cepat namun tetap sunyi bagai sungai yang dalam, menghanyutkan tapi diam. Seorang sniper yang baik harus mampu membuat dirinya seperti bunglon bahkan lebih dari itu, seperti jin, tak kasat mata. Gerak nafas harus dalam tempo yang lambat dan teratur, jangan sampai lalat yang hinggap terbang sebab hembusan nafas apalagi gerak tubuh.
rokok bisa menyebabkan kematian
mati setelah merokok

Angin yang bertiup pun tak tahu seorang penembak jitu dari pihak sekutu yang selamat dari kematian karena tubuhnya tertimbun mayat tentara dari pihaknya sendiri tengah bersiap membidik musuhnya. Ia tidak melihat seragam apalagi bagian tubuh yang ia lihat hanyalah asap rokok. Namun sebagai seorang sniper yang kelak namanya akan dicatat dalam sejarah tahu bagaimana menyampaikan pesan kematian pada musuhnya diseberang sana. Ia membidik tembok yang rapuh, karena tembok yang rapuh tak ubahnya seperti celah atau lubang yang mampu dilintasi peluru dengan mulus. Tubuh musuh tersungkur lalu mati hanya dengan satu tembakan. Tembok itu diam seolah tak terjadi apa-apa angin yang bertiup tiba-tiba diam, hanya rokok yang masih menyala itu yang bicara pada tuannya.

Anda mati karena merokok

Share this :

Previous
Next Post »
0 Komentar

Penulisan markup di komentar
  • Silakan tinggalkan komentar sesuai topik. Komentar yang menyertakan link aktif, iklan, atau sejenisnya akan dihapus.
  • Untuk menyisipkan kode gunakan <i rel="code"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan kode panjang gunakan <i rel="pre"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan quote gunakan <i rel="quote"> catatan anda </i>
  • Untuk menyisipkan gambar gunakan <i rel="image"> URL gambar </i>
  • Untuk menyisipkan video gunakan [iframe] URL embed video [/iframe]
  • Kemudian parse kode tersebut pada kotak di bawah ini
  • © 2015 Simple SEO ✔