Cita Rahayu Zahra Cita

03.46
Matahari telah membuka tabir dunia, ketika Ayu asik dengan rutinitasnya menyiram bunga. Pagi itu Ia tampak lebih sibuk dari biasanya demi menyambut bulan Romadhon yang akan segera tiba. Sedang asik-asiknya memangkas ranting bunga Ayu tiba-tiba teringat sesuatu lalu ia segera masuk kedalam rumah, namun belum juga ia masuk, saat tangan putihnya menggenggam daun pintu ia membatu. Sejurus kemudian ia menunduk dalam, didorongnya pintu kayu jati kuat-kuat lalu bergegas menuju kamar. Ia terlihat sedang mencari sesuatu, wajahnya yang gelisah mulai berubah menjadi sembab.

Musik simponi terdangar sayup-sayup dan semakin lama semakin jelas. Wajah Ayu cerah seketika, sambil menyeka linang air mata di wajahnya sekenanya ia menyambar telepon genggam yang sejak tadi ia cari.
“Assalamu Alaikum… Ayu..?”
Suara dari telepon itu terdengar pelan dan damai, namun sangat jelas bagi Ayu. Tak mampu lagi ia membendung air mata yang berhamburan diatas lantai. Ia sesenggukan, berusaha mengumpulkan tenaga untuk bicara
“Wa Alaikum Salam, Ibu..”
“Apa kabarmu nak, kenapa menangis ? sakit kah kau Yu ?”
Sambil terisak, Ayu berusaha mengumpulkan sisa tenaganya untuk menjawab
“Tidak Ibu, bukankah harusnya aku yang menelpon Ibu ?”
“Ibu tahu kamu akan menelpon Ibu, tapi Ibu terlanjur rindu sama anak Ibu, kalau bisa Ibu ingin sekali ketemu kamu nak”
Ayu yang duduk disamping tempat tidur merenggut bantal lalu menutup wajahnya untuk meredam suara tangisnya yang ia rasa akan segera meledak. Tak disadarinya suara telepon itu sudah terputus, sedang kesedihan itu diam-diam mulai berdamai dengan keadaan.

Detak jam dinding yang menggantung menghadap jendela terdengar cukup jelas oleh kesunyian lingkungan Kos yang mulai ditinggali penghuninya yang semuanya mahasiswi cantik muda dan pintar. Suara itu menarik perhatian Ayu. Dilihatnya jam itu sudah pukul 09.13. seiring dengan pulihnya kesadarannya ingatannya pun mulai pulih, ia ada janji dengan seseorang. Sambil berkemas Ayu mencoba menghubungi orang tersebut. Tapi teleponnya lebih dulu berbunyi dan ternyata dia !
 
“Hallo Ayu, kamu dimana ? sudah jam berapa ini ?”
Yang menelpon marah bercampur cemas
Ayu segera membuat gerakannya tiga kali lebih cepat
“I.. iya Rin sorry Rin aduhhh.. maaf banget Rin Aku…”
Yang menelepon langsung memotong
“Tiga puluh menit dari sekarang kamu harus nyampe, tidak alasan lagi Yu!”
“O…”
Belum juga sempat Ayu menjawab, telepon langsung dimatikan.
------------------
Orang-orang dengan kendaraan masing-masing tumpah ruah dijalan, dan Ayu dengan Motor Matiknya ada diantara mereka. Berdesak-desakan berebut jalan yang terlalu sempit. Polusi membumbung keatas, hitam mengancam kelangsungan hidup para pemilik polusi itu sendiri. Tapi mungkin tak ada orang yang berpikir sejauh itu, termasuk Ayu yang terlihat sangat gelisah dari caranya memegang stang motor. Pikirannya mungkin sedang berpacu dengan waktu. Setiap kali motor terpaksa berhenti karena macet wajahnya berubah gelisah. Jari-jarinya bergerak bergiliran mencoba melepaskan diri dari kegelisahan majikannya. Matahari makin lama makin ganas, seolah marah ia membakar makhluk bumi itu tanpa ampun. Yang dibakar terbirit-birit, melaju kencang kerah tujuan masing-masing.
rahayu zahra cita
Rahayu Zahra Cita

Akhirnya Ayu sampai dirumah Rini, tapi telat sepuluh menit. Ketika bertemu,Ayu tak berani menatap Rini, ia menutup matanya takut kalau-kalau disemprot oleh teman didepannya. Rini geleng-geleng lalu bicara :
“Kenapa bisa sesiang ini si Yu, tidak bisaanya kamu seperti ini!?”
Rini berlalu tak mengindahkan sikap Ayu, ia keluar menuju garasi mobil. Ayu diam-diam mengikutinya.
“Maaf Rin, tadi pagi aku ditelepon sama ibu, aku sedih lalu aku tertidur”
Didalam mobil Rini memilih diam seribu bahasa. Sementara Ayu harap-harap cemas dengan sikap Rini yang demikian. Beberapa kali ia mencoba menarik perhatian Rini tapi temannya itu tetap memilih fokus pada jalan didepannya.

“Mudah-mudahan keterlambatan ini bukan merupakan pertanda buruk buat kamu”
Kata Rini kemudian mencoba berdamai dengan dirinya sendiri. Ayu sangat senang dengan kata-kata itu tanpa perduli pada maknanya. Putih wajah Ayu, ia hiasi dengan senyum selebar dan semanis mungkin hanya untuk teman disampingnya.

“Setengah jam lagi kita sampai dibandara, sepuluh menit kemudian pesawat berangkat”
Rini menghembus nafas panjang, kecemasan semakin tampak pada wajah berkacamata itu.
Ayu yang merasa membebani Rini dengan masalahnya mencoba segala cara menghibur Rini. Diambilnya minuman buah naga dari tas, lalu disulanginya Rini dengan perlahan seperti Ibu menyuapi anaknya.
Sampai diparkiran mereka bergerak cepat-cepat, lalu berlari sampai terengah-engah.

“Satu tiket tujuan Makasar”

Pinta Rini masih terengah-engah pada wanita yang duduk dibalik kaca, posisinya kini setengah ruku’. Ia memandangi Ayu sedang kepayahan menggendong tas dengan tangan kanannya sedang cover diseretnya dengan tangan kirinya.
“Maaf mbak, tiket tujuan Makasar telah habis”
Kata wanita berseragam itu dengan senyum yang dimanis-maniskan. Rini ambruk, tubuhnya jatuh kelantai bersandar lutut. Ayu tahu apa yang tengah terjadi, dan diapun jatuh ia lepaskan semua bebannya lalu beban itu dibuatnya sebagai sandaran. Ia terkapar melepas lelah tak peduli lagi dengan orang disekitarnya.
Kedua sahabat itu kini saling merangkul berjalan lunglai menuju arah dari mana mereka berlari.“Makan dulu yuk Rin, lapar nih”
Bujuk Ayu mencoba menyembunyikan kesedihannya. Rini tahu, lalu ia jawab
“Jangan putus asa Yu, Tuhan tidak suka pada orang yang putus asa”

Kedua orang yang kelelahan itu berjalan gontai, kepala mereka menunduk dan mereka hanya berjalan dengan mengandalkan sisa tenaga yang mereka miliki. Tiba-tiba mereka terhenti, demi melihat sepasang sepatu berwarna hitam mencengkram erat diatas lantai. Ketika pandangan mereka arahkan keatas, terlihatlah sebuah wajah mirip deb kolektor dengan kepala pelontos, mata tertutupi oleh kacamata hitam dan kumis tebal yang bergerak-gerak naik. Sontak Ayu dan Rini terperanjat kaki mereka melangkah kebelakang siap siaga. Ketika wajah itu menyeringai tampaklah sederet gigi kuning bercampur hitam mungkin kebanyakan mengisap rokok dan minum kopi. Ayu takut lalu sembunyi dibelakang Rini, sedang Rini berusaha menampakkan keberaniannya.

“Mau kemana neng?”

Kata orang itu ramah sambil melepas kacamata hitamnya dan senyum dilebarkannya. Hilanglah kesan seram pada wajah itu dan Rini perlahan mengendorkan sikap siaga.
“Mau pulang”
Jawab Rini dengan senyum yang dipaksakan.

“Tidak jadi berangkat neng?”
Lelaki separuh baya itu mengambil sesuatu dari kantong jaketnya bagian dalam lalu menyodorkannya pada Rini. Rini memperhatikan tumpukan kertas yang disodorkan padanya, pada kertas itu Rini dapat membaca dengan jelas : Tiket Pesawat Tujuan Makasar nama pesawat dan jam keberangkatannya.
“Berapa?”
Tanya Rini pura-pura tak tertarik. Si Calo tersenyum sebentar lalu
“…. Murah aja neng, dari pada hangus”
Setelah mengetahui harga, Rini merasa lega. Dipeluknya Ayu sambil berbisik
“Uang kamu lebih dari cukup Yu, harga tiketnya jauh dibawah harga normal, dan yang terpenting kamu akan segera bertemu Ibu, ternyata keterlambatanmu membawa keberuntungan”
Ayu membalas pelukan Rini sambil menangis haru. Rini mengambil tiket dan membayarnya. Rini mengantar Ayu sampai ruang tunggu, dilihatnya punggung ayu yang berjalan menuju pesawat seolah tak rela melepaskan kepergiannya. dan kini ia sudah rindu bahkan sebelum Ayu meninggalkannya dari radius empat puluh langkah. Sebelum berpisah ia sudah rindu.
------------------

Ini untuk pertama kalinya Ayu berada didalam pesawat terbang. Jelas ia gugup. Dilihatnya keluar jendela, awan-awan halus mengapung damai dan bumi dibawah sana terlihat jauh lebih indah, Ayu heran dan sempat bertanya dalam hati “Benarkah itu bumi yang selama ini aku tinggali ? bukankah ia kumuh, tak beraturan dan ramai ?”


Rahayu Zahra Cita, biasa dipanggil Ayu,  mahasiswi semester akhir yang mendapat beasiswa dari Universitas Indonesia. Penghobi tanaman dan membaca ini memiliki cita-cita yang ia impikan sejak kecil. semenjak duduk di sekolah Taman Kanak-Kanak, ketika guru bertanya "Apa cita-cita mu?" Ayu menjawab itulah cita-citanya. sampai sekarang, sampai ia menjadi calon kuat pemegang posisi penting di perusahaan besar cita-citanya tetap itu. tidak berubah dari yang tadinya jadi dokter sekarang jadi penyanyi, tidak. Cita Rahayu Zahra Cita hanya satu, memberangkatkan haji Ayah dan Ibu.

-- Sekian --

 Lemah Abang - Bekasi
01 Juni 2016

Share this :

First
0 Komentar

Penulisan markup di komentar
  • Silakan tinggalkan komentar sesuai topik. Komentar yang menyertakan link aktif, iklan, atau sejenisnya akan dihapus.
  • Untuk menyisipkan kode gunakan <i rel="code"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan kode panjang gunakan <i rel="pre"> kode yang akan disisipkan </i>
  • Untuk menyisipkan quote gunakan <i rel="quote"> catatan anda </i>
  • Untuk menyisipkan gambar gunakan <i rel="image"> URL gambar </i>
  • Untuk menyisipkan video gunakan [iframe] URL embed video [/iframe]
  • Kemudian parse kode tersebut pada kotak di bawah ini
  • © 2015 Simple SEO ✔